~~~~

Saturday 31 December 2011

kisah Abu Qudamah Part VI

Khulasah...


Maka akupun kembali ke Raqqah. Aku tidak tahu siapa nama ibunya dan dimana rumah mereka.

Tatkala aku menyusuri jalan-jalan di Raqqah, terlihat olehku sebuah rumah. Di depan rumah itu ada gadis kecil berumur Sembilan tahun yang berdiri menunggu kedatangan seseorang. Ia melihat-lihat setiap orang yang lalu di depannya. Setiap kali melihat orang yang baru pulang dari bepergian ia bertanya, "Pak cik.. Anda datang dari mana?"

"Aku datang dari jihad," kata lelaki itu.
"Kalau begitu abangku ada bersamamu..?" tanyanya.
"Aku tidak kenal, siapa abangmu..?" kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu melintaslah orang kedua, dan tanyanya, "Akhi, Anda datang dari mana?"
"Aku datang dari jihad," jawabnya.
"Abangku ada bersamamu?" tanya gadis itu.
"Aku tidak kenal, siapa abangmu..?" kata lelaki itu sambil berlalu.

Lalu melintasalah orang ketiga, keempat, dan demikian seterusnya. Lalu setelah putus asa menanyakan saudaranya, gadis itu menangis sambil tertunduk dan berkata, "Mengapa mereka semua kembali tetapi abangku tidak kunjung kembali?"

Melihat ia seperti itu, akupun datang menghampirinya. Ketika ia melihat kesan-kesan safar padaku dan beg yang kubawa, ia bertanya, "Pak cik.. Anda datang dari mana?"
"Aku datang dari jihad," jawabku.
"Kalau begitu abangku ada bersamamu?" tanyanya.

"Dimanakah ibumu?" tanyaku.
"Ibu ada di dalam rumah," jawabnya.
"Sampaikan kepadanya agar ia keluar menemuiku," perintahku kepadanya.

Ketika perempuan tua itu keluar, ia menemuiku dengan wajah tertutup pakaiannya. Ketika aku mendengar suaranya dan ia mendengar suaraku, ia bertanya, "Hai Abu Qudamah, engkau datang hendak mengucapkan takziah atau memberi khabar gembira?"

Maka tanyaku, "Semoga Allah merahmatimu. Jelaskanlah kepadaku apa yang engkau maksud dengan ucap takziah dan khabar gembira itu?"

"Jika engkau hendak mengatakan bahawa anakku telah gugur di jalan Allah, dalam keadaan maju dan pantang berundur bererti engkau datang membawa khabar gembira untukku, kerana Allah telah menerima hadiahku yang telah kusiapkan untuk-Nya sejak tujuh belas tahun silam.

Namun jika engkau hendak mengatakan bahawa anakku kembali dengan selamat dan membawa ghanimah, bererti engkau datang untuk bertakziah kepadaku, kerana Allah belum berkenan menerima hadiah yang kupersembahkan untuk-Nya," jelas si perempuan tua.

Maka ku katakan, "Kalau begitu aku datang membawa khabar gembira untukmu.
Sesungguhnya anakmu telah terbunuh fi sabilillah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Ia bahkan masih menyisakan sedikit kebaikan, dan Allah berkenan untuk mengambil sebahagian darahnya hingga ia redha."

'Tidak!, kurasa engkau tidak berkata jujur," kata si ibu sambil memandang kepada bekas yang kubawa, sedang puterinya menatapku dengan tenang.

Maka ku keluarkanlah isi beg tersebut, kutunjukkan kepadanya pakaian puteranya yang berlumuran darah. Nampak serpihan wajah anaknya berjatuhan dari kain itu, diikuti titisan darah yang bercampur beberapa helai rambutnya.

"Bukankah ini adalah pakaiannya.. dan ini serbannya.. lalu ini seluarnya yang engkau kenakan kepada anakmu sewaktu berangkat berjihad..?" kataku.
"Allaahu Akbar..!!" teriak si ibu kegirangan.

Adapun gadis kecil tadi, ia justru meraung seperti histeris lalu jatuh terkulai tidak sedarkan diri. Tidak lama kemudian ia mulai merintih, "Aakh..! aakh..!"

Si ibu merasa cemas, ia bergegas masuk kedalam mengambil air untuk puterinya, sedang aku duduk di samping kepalanya, menjiruskan air kepadanya.

Demi Allah, ia tidak sedang merintih.. ia tidak sedang memanggil-manggil abangnya. Akan tetapi ia sedang sekarat!! Nafasnya semakin berat.. dadanya kembang kempis.. Lalu perlahan rintihannya terhenti. Ya, gadis itu telah tiada.

Setelah puterinya tiada, ia mendakapnya lalu membawanya ke dalam rumah dan menutup pintu di hadapanku. Namun sayup-sayup terdengar suara dari dalam, "Ya Allah, aku telah merelakan kepergian suamiku, saudaraku, dan anakku di jalan-Mu. Ya Allah, kuharap Engkau meridhaiku dan mengumpulkanku bersama mereka di jannah-Mu."

Abu Qudamah berkata, "Maka kuketuk pintu rumahnya dengan harapan ia akan membukakan. Aku ingin memberinya sejumlah wang, atau menceritakan kepada orang-orang tentang kesabarannya sehingga kisahnya menjadi teladan. Akan tetapi sungguh, ia tidak membukanya untukku ataupun menjawab seruanku.

"Sungguh demi Allah, tidak pernah kualami kejadian yang lebih menakjubkan dari ini," kata Abu Qudamah mengakhiri kisahnya

Lihatlah, bagaimana si ibu mengorbankan segala yang ia miliki demi mengharapkan kebahagiaan ukhrawi. Ia memerintahkan anaknya untuk berjihad fi sabilillah demi keridhaan Ilahi. Maka bagaimanakah nasib para pemalas seperti kita. Apa yang telah kita korbankan demi keridhaan-Nya?"


Wednesday 28 December 2011

kisah Abu Qudamah - part V

SYAHIDNYA PEMUDA ITU

Akupun mulai mencarinya di tengah para korban, aku menoleh ke kanan dan kiri kalau-kalau ia terlihat olehku. Di masa itulah aku mendengar ada suara yang lemah di belakangku yang mengatakan, "Saudara-saudara.. tolong panggilkan pak cik ku Abu Qudamah kemari.. panggilkan Abu Qudamah kemari."

As-syahid-syeikh-ahmad-yasin


Aku menoleh kearah suara tadi, ternyata tubuh itu ialah tubuh si pemuda dan ternyata puluhan tombak telah menusuk tubuhnya. Ia terpijak oleh pasukan berkuda. Dari mulutnya keluar darah segar. Badannya terkoyak-koyak (luka) dan tulangnya patah teruk.

Ia terlantar seorang diri di tengah padang pasir. Maka aku segera bersimpuh di hadapannya dan berteriak sekuat tenagaku, "Akulah Abu Qudamah..!! Aku ada di sampingmu..!!"

"Segala puji bagi Allah yang masih menghidupkanku hingga aku dapat berwasiat kepadamu.. maka dengarlah baik-baik wasiatku ini.." kata pemuda itu.

Abu Qudamah mengatakan, sungguh demi Allah, tidak kuasa menahan tangisku. Aku teringat akan segala kebaikannya, sekaligus sedih akan ibunya yang tinggal di Raqqah. Tahun lalu ia dikejutkan dengan kematian suami dan saudara-saudaranya, lalu sekarang dikejutkan dengan kematian anaknya.

Aku menyingsingkan sebahagian kainku lalu mengusap darah yang menutupi wajah pucatnya itu. Ketika ia merasakan sentuhanku ia berkata, "Pak cik.. usaplah darahku dengan pakaianku, dan jangan engkau usap dengan pakaianmu."

Demi Allah, aku tidak kuasa menahan tangisku dan tidak tahu harus berkata apa. Sesaat kemudian, anak muda itu berkata dengan suara yang lemah, "Pak cik.. berjanjilah bahawa sepeninggalku nanti engkau akan kembali ke Raqqah, dan memberi khabar gembira bagi ibuku bahawa Allah telah menerima hadiahnya, dan bahawa anaknya telah gugur di jalan Allah dalam keadaan maju dan pantang berundur. Sampaikan pula kepadanya jikalau Allah menakdirkanku sebagai syuhada, akan kusampaikan salamnya untuk ayah dan baba saudaraku di jannah.

Pak cik.. aku khawatir kalau nanti ibu tidak mempercayai ucapanmu. Maka ambillah pakaianku yang berlumuran darah ini, kerana bila ibu melihatnya ia akan yakin bahawa aku telah terbunuh, dan insyaaAllah kami bertemu kembali di jannah.

Pak cik.. setibanya engkau di rumahku, akan engkau temui seorang gadis kecil berumur sembilan tahun. Ia adalah adikku.. tidak pernah aku masuk rumah kecuali ia menyambutku dengan keceriaan, dan tidak pernah aku pergi kecuali diiringi isak tangis dan kesedihannya. Ia begitu terkejut ketika mendengar kematian ayah tahun lalu, dan sekarang ia akan terkejut mendengar kematianku.

Ketika melihatku mengenakan pakaian safar ia berkata dengan berat hati, "Abang.. jangan engkau tinggalkan kami lama-lama.. segeralah pulang.. !!"

Pak cik.. jika engkau bertemu dengannya maka hiburlah hatinya dengan kata-kata yang manis. Katakan kepadanya bahawa abangmu mengatakan, "Allah-lah yang akan menggantikanku mengurusmu."

Abu Qudamah melanjutkan, "Kemudian anak muda itu berusaha menguatkan dirinya, namun nafasnya mulai sesak dan kata-katanya tidak jelas. Ia berusaha kedua kalinya untuk menguatkan dirinya dan berkata,

"Pak cik.. demi Allah, mimpi itu benar.. mimpi itu sekarang menjadi kenyataan. Demi Allah, masa ini aku benar-benar sedang melihat al-Mardhiyyah dan mencium bau wanginya."

Lalu pemuda itu mulai sekarat, dahinya berpeluh, nafasnya tersekat-sekat dan kemudian wafat di pangkuanku."

Abu Qudamah berkata, "Maka kulepaskan pakaiannya yang berlumuran darah, lalu kuletakkan dalam sebuah bekas, kemudian kukebumikan dia. Selesai mengebumikannya, keinginan terbesarku ialah segera kembali ke Raqqah dan menyampaikan pesannya kepada ibunya.


bersambung...

kisah Abu Qudamah - part IV

KESUNGGUHAN HATI  SEORANG PEMUDA

Setibanya di pos perbatasan kami menurunkan semua muatan dan bermalam di sana. Keesokan harinya setelah menunaikan sholat fajar, kita bergerak ke medan pertempuran untuk menghadapi musuh.

Panglima (Comandant) bangun untuk mengatur barisan. Ia membaca permulaan Surat al-Anfaal. Ia mengingatkan kami akan besarnya pahala jihad fi sabilillah dan mati syahid, sambil terus mengobarkan semangat jihad kaum muslimin.

Abu Qudamah menceritakan, "Tatkala kuperhatikan orang-orang di sekitarku, kudapati masing-masing dari mereka mengumpulkan anak buahnya di kelilingnya. Adapun si pemuda, ia tidak punya ayah yang memanggilnya, atau bapa saudara yang mengajaknya, dan tidak pula saudara yang mendampinginya.

Akupun terus mengikuti dan memperhatikan gerak-geriknya, lalu terlihatlah olehku bahawa ia berada di barisan terdepan. Maka segeralah kukejar dia, kusibak barisan demi barisan hingga sampai kepadanya, kemudian aku berkata, "Wahai anakku, apakah engkau ada pengalaman berperang..?"

"Tidak.. tidak pernah. Ini justru pertempuranku yang pertama kali melawan orang kafir," jawab pemuda itu.

"Wahai anakku, sesungguhnya perkara ini tidak semudah yang engkau bayangkan, ini adalah peperangan. Satu pertumpahan darah di tengah gemerincingnya pedang, ringkikan kuda, dan hujan panah.

Wahai anakku, sebaiknya engkau ambil tempat di belakang saja. Jika kita menang engkaupun ikut menang, namun jika kita kalah engkau tidak menjadi korban pertama," pintaku kepadanya.

Lalu dengan tatapan penuh kehairanan ia berkata," Pak cik, engkau berkata seperti itu kepadaku..!?"
"Ya, aku mengatakan seperti itu kepadamu," jawabku.

"Pak cik.. apa engkau menginginkanku jadi penghuni neraka..?" tanyanya.
"A'uudzubillaah!! Sungguh, bukan begitu.. kita semua tidak berada di medan jihad seperti ini kecuali kerana lari dari neraka dan memburu syurga," jawabku.

Lalu kata si pemuda, "Sesungguhnya Allah berfirman, "Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka(mundur). Barangsiapa yang membelakangi mereka (mundur) di waktu itu, kecuali berbelok untuk (strategi) perang atau hendak menggabungkan diri dengan pasukan lain, maka sesungguhnya orang itu kembali membawa kemurkaan dari Allah, dan tempatnya ialah neraka Jahanam. Dan amat buruklah tempat kembalinya itu."(QS. Al-Anfaal: 15-16)

"Adakah Pak cik menginginkan aku berpaling membelakangi mereka sehingga tempat kembaliku adalah neraka?" tanyanya.

Akupun hairan dengan kegigihannya dan sikapnya yang memegang teguh ayat tersebut. Kemudian aku berusaha menjelaskan, "Wahai anakku, ayat itu maksudnya bukan seperti yang engkau katakan." Namun tetap saja ia berkeras tidak mau berpindah ke belakang.

Akupun menarik tangannya secara paksa, membawa ke akhir barisan. Namun ia justru menarik lengannya kembali seakan ingin melepaskan diri dari genggamanku. Lalu perangpun dimulai dan aku terhalang oleh pasukan berkuda darinya.



Dalam kancah pertempuran itu terdengarlah derap kaki kuda, diiringi gemerincing pedang dan hujan panah, lalu mulalah kepala-kepala berjatuhan satu-persatu. Bau hanyir darah tercium di mana-mana. Tangan dan kaki bergelimpangan. Dan tubuh-tubuh tidak bernyawa terbujur bermandi darah.

Demi Allah, perang itu telah menyibukkan setiap orang akan dirinya sendiri dan melupakan orang lain. Sebatan dan kilatan pedang di atas kepala yang tidak henti-hentinya, menjadikan suhu memuncak, seakan-akan ada tungku api yang menyala di atas kami.

Perangpun makin memuncak, kedua pasukan bertempur habis-habisan sampai matahari tergelincir dan masuk waktu zhuhur. Ketika itulah Allah berkenan menganugerahkan kemenangan bagi kaum muslimin, dan pasukan Salib lari tunggang-langgang.

Setelah mereka kalah dan berundur, aku berkumpul bersama beberapa orang sahabatku untuk menunaikan sholat zhuhur. Selepas sholat, mulailah masing-masing dari kami mencari sanak keluarganya di antara para korban perang.

Sedangkan si pemuda itu.. tidak ada seorangpun yang mencarinya atau menanyakan khabarnya. Maka kukatakan dalam hati, "Aku harus mencarinya dan mengetahui keadaannya, barangkali ia terbunuh, terluka atau jatuh dalam tawanan musuh?"

bersambung....

kisah Abu Qudamah - part III

MIMPI PEMUDA

Kemudian kamipun singgah di suatu tempat dekat pos sempadan. Semasa itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, pemuda itu bersumpah atas nama Allah bahawa ialah yang akan menyiapkannya.
Tentu saja kami melarangnya kerana ia baru saja keletihan kerana perjalanan yanh jauh tadi.

Akan tetapi pemuda itu berkeras untuk menyiapkan hidangan bagi kami.
Maka ketika kami beristirahat di suatu tempat, kami katakan kepadanya, "Jauhkan sedikit agar asap kayu apimu tidak mengganggu kami."

Maka pemuda itupun mengambil tempat yang agak jauh dari kami untuk memasak. Akan tetapi ia itu tidak kunjung tiba. Mereka merasa bahawa ia agak terlambat menyiapkan hidangan mereka.

"Hai Abu Qudamah, tengoklah pemuda itu. Ia telah terlalu lama memasak.
Apa dah jadi dengannya?" pinta seseorang kepadaku. Lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapati pemuda itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu di atasnya. Tetapi kerana terlalu letih, iapun tertidur sambil menyandarkan kepalanya pada sebuah batu.

Melihat keadaanya yang seperti itu, sungguh demi Allah aku tidak sampai hati mengganggu tidurnya, namun aku juga tidak mungkin kembali kepada sahabat-sahabatku dengan tangan hampa, kerana sampai sekarang kami belum memakan apa-apa.



Akhirnya kuputuskan untuk menyiapkan makanan itu sendiri. Akupun mula menyediakan masakan, sambil memasak, sesekali aku memandang pemuda itu. Suatu ketika terlihat olehku bahawa anak muda itu tersenyum. Lalu perlahan-lahan senyumnya makin melebar dan mulailah ia tertawa kegirangan.

Aku merasa takjub melihat tingkah lakunya itu, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.

Ketika melihatku menyiapkan masakan sendirian, ia nampak gugup dan terburu-buru mengatakan, "Pak cik, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagi kalian."

"Ah tidak, sebenarnya kamu tidak terlambat ," jawabku.
"Sudah, tinggalkan saja masakan ini, biar aku yang menyiapkannya, aku adalah pelayan kalian selama jihad," kata pemuda itu.

"Tidak," sahutku, "Demi Allah, engkau tidak kuizinkan menyiapkan apa-apa bagi kami sampai engkau menceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? Keadaanmu sungguh menghairankan," ujarku.

"Pak cik, itu cuma mimpi yang kulihat sewaktu tidur," kata pemuda itu.
"Mimpi apa yang engkau lihat?" tanyaku.

"Sudahlah, tidak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah," sahut pemuda itu.
"Tidak boleh "Mimpi apa yang engkau lihat?" tanyaku.

"Sudahlah, tidak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah," sahut pemuda itu.
"Tidak boleh, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakannya," kataku.

"Pak cik, dalam mimpi tadi aku melihat seakan aku berada di Jannah, kudapati Jannah itu dalam segala keindahan dan keanggunannya, sebagaimana yang Allah ceritakan dalam al-Qur'an.

Ketika aku berjalan-jalan di dalamnya dengan rasa kagum, tiba-tiba terlihat olehku sebuah istana megah yang berkilauan, dindingnya dari emas dan perak, tiangnya dari mutiara dan batu permata, dan gerbangnya dari emas.

Di tiang itu ada kerai-kerai yang terjuntai, lalu perlahan kerai itu tersingkap dan nampaklah gadis-gadis remaja yang cantik jelita, wajah mereka bersinar bak rembulan."

Kutatap wajah-wajah cantik itu dengan penuh kekaguman, sungguh, kecantikan yang luar biasa, kelu lidahku, lalu muncullah seorang gadis lain yang lebih cantik dari mereka, dengan telunjuknya ia memberi isyarat kepada gadis yang ada di sampingnya seraya mengatakan, "Inilah (calon) suami al-Mardhiyyah.. ya, dialah calon suaminya.. benar, dialah orangnya!"

Aku tidak faham siapa itu al-Mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, "Kamukah al-Mardhiyyah..?"

"Aku hanyalah satu di antara dayang-dayang al-Mardhiyyah.." katanya.
"Anda ingin bertemu dengan al-Mardhiyyah..?" tanya gadis itu.

"Kemarilah.. masuklah ke sini, semoga Allah merahmatimu," serunya.

Tiba-tiba kulihat diatasnya ada sebuah bilik dari emas merah.. dalam bilik itu ada tilam yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan.

Dan di atasnya.. seorang gadis remaja dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku kerana tidak kuasa menatap kecantikannya..!!!
Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, "Selamat datang, hai Wali Allah dan Kekasih-Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku."

Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya..
namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata, "Wahai kekasihku dan tambatan hatiku.. semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian.. urusanmu di dunia masih tersisa sedikit.. InsyaaAllah besok kita akan bertemu selepas Ashar."
Akupun tersenyum dan senang mendengarnya."

Abu Qudamah melanjutkan, "Selesai mendengar cerita si pemuda yang indah tadi, aku berkata kepadanya, "InsyaaAllah mimpimu merupakan pertanda baik."

Lalu kamipun makan hidangan tadi bersama-sama, kemudian meneruskan perjalanan kami menuju pos perbatasan.

kisah Abu Qudamah - part II

ABU QUDAMAH DAN SEORANG PEMUDA

Keesokan harinya, aku bersama sahabatku berangkat meninggalkan Raqqah.
Tatkala kami tiba dimedan Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seseorang penunggang kuda yang memanggil-manggil,

"Hai Abu Qudamah.. Hai Abu Qudamah.. tunggulah sebentar, semoga Allah merahmatimu," laung orang itu.

"Kalian berangkat dahulu, biar aku yang mencari siapa orang ini," perintahku kepada para sahabatku.

Ketika aku hendak menyapanya, orang itu mendahuluiku dan mengatakan, "Segala puji bagi Allah yang mengizinkanku untuk ikut bersamamu, dan tidak menolak penyertaanku."

"Apa yang kau inginkan?" tanyaku.
"Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir," jawabnya.

"Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau memang cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad, terpaksa kutolak." kataku.

Ketika ia menyingkap wajahnya, tampaklah olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia, dan umurnya baru 17 tahun.

"Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?" tanyaku.
"Ayah terbunuh di tangan kaum Salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang-orang yang membunuh ayahku," jawabnya.

Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?" tanyaku lagi.
"Ya," jawabnya.
"Kembalilah ke ibumu dan jagalah ia baik-baik, kerana syurga ada di bawah telapak kakinya," pintaku kepadanya.

"Kau tidak kenal ibuku?" tanyanya
"Tidak," jawabku.

"Ibuku ialah pemilik amanah itu," katanya.
"Amanah yang mana," tanyaku
"Dialah yang mengamanahkan tali kuda itu," jawabnya.
"Tali kuda yang mana?" tanyaku kehairanan.

"Subhanallah..!! Alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang datang malam tadi menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?"
"Ya , aku ingat," jawabku.

"Dialah ibuku! Dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi," katanya.

"Ibuku berkata, "Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, maka janganlah kamu melarikan diri. Persembahkanlah jiwamu untuk Allah.
Mintalah kedudukan di sisi-Nya, dan mintalah agar engkau ditempatkan bersama ayah dan bapa saudaramu di Jannah. Jika Allah mengurniaimu mati syahid, maka mintalah syafa'at bagiku."

Kemudian ibu memelukku, lalu mendongakkan kepalanya ke langit seraya berkata, "Ya Allah.. Ya Ilahi.. inilah puteraku, buah hati dan belahan jiwaku, kupersembahkan dia untukmu, maka dekatkanlah dia dengan ayahnya."

"Aku benar-benar takjub dengan anak ini," kata Abu Qudamah, lalu anak itupun segera merayu, "Kerananya, kumohon atas nama Allah, janganlah engkau halangi aku untuk berjihad bersamamu. InsyaaAllah akulah asy-syahid putra asy-syahid. Aku telah hafal al-Qur'an. Aku juga pandai menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih muda," kata anak itu memelas.

Setelah mendengar permintaannya aku tidak upaya melarangnya, maka kusertakanlah ia bersamaku.



Demi Allah, ternyata tidak pernah kulihat orang yang lebih cekap darinya. Ketika pasukan bergerak, dialah yang tercepat ketika kami singgah untuk beristirahat, dialah yang paling sibuk menguruskan kami, sedang lidahnya tidak pernah berhenti dari dzikrullah sama sekali.

bersambung..

kisah Abu Qudamah - part I

KISAH ABU QUDAMAH DAN SEORANG WANITA

Abu Qudamah dahulu dikenal sebagai orang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fi sabilillah. Tidak pernah dia mendengar akan jihad fi sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali dia selalu ikut serta berjuang di pihak kaum muslimin.

Suatu ketika sedang ia duduk-duduk di Masjidil Haram, ada seseorang yang menghampirinya seraya berkata: "Hai Abu Qudamah, anda adalah orang yang gemar berjihad di jalan Allah, maka ceritakanlah peristiwa paling ajaib yang pernah kau alami dalam berjihad."

"Baiklah, aku akan menceritakannya bagi kalian," kata Abu Qudamah.

"Suatu ketika aku berangkat bersama beberapa sahabatku untuk memerangi kaum Salibis di beberapa pos kawalan dekat sempadan. Dalam perjalanan itu aku melalui kota Raqqah (sebuah kota di Iraq, dekat sungai Eufrat).

kota Raqqah masa kini


Di sana aku membeli seekor unta yang akan kugunakan untuk membawa persenjataanku. Di samping itu aku mengajak warga kota melalui masjid-masjid, untuk ikut serta dalam jihad dan berinfaq fi sabilillah.

Menjelang malamnya, ada orang yang mengetuk pintu. Tatkala kubukakan, ternyata ada seorang wanita yang menutupi wajahnya dengan pakaiannya.

"Apa yang anda inginkan?" tanyaku.
"Andakah yang bernama Abu Qudamah?" katanya balik bertanya.
"Benar," jawabku.

"Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?" tanyanya kembali.

"Ya, benar," jawabku.
Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.

Pada kertas itu tertulis, "Anda mengajak kami untuk ikut berjihad, namun aku tidak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua pintal rambut kesayanganku (1)­­ agar anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku kerananya."

"Demi Allah, aku kagum atas semangat dan kegigihannya untuk ikut berjihad, demikian pula dengan kerinduannya untuk mendapat ampunan Allah dan Syurga-Nya," kata Abu Qudamah.

bersambung....
____________________________________________________________________________________________________
catatan :


1. Ibnul Jauzi dalam syarahnya mengatakan, "Wanita ini niatnya baik, namun caranya keliru kerana ia tidak tahu bahawa perbuatannya itu - yakni memotong ikatan rambutrnya - terlarang, kerananya dalam hal ini kita hanya mengikuti niatnya saja.

Tuesday 27 December 2011

Garis Panduan Orang Islam Turut Merayakan Hari Kebesaran Agama Orang Bukan Islam

Keputusan:

Muzakarah Jawatankuasa Fatwa Majlis Kebangsaan Bagi Hal Ehwal Ugama Islam Malaysia Kali Ke-68 yang bersidang pada 12 Apr 2005 telah membincangkan Garis Panduan Orang Islam Turut Merayakan Hari Kebesaran Agama Orang Bukan Islam. Muzakarah telah memutuskan bahawa:

Keputusan :


Dalam menentukan perayaan orang bukan Islam yang boleh dihadiri oleh orang Islam beberapa kriteria utama perlu dijadikan garis panduan supaya ia tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Kriteria-kriteria tersebut adalah seperti berikut;

1. Majlis tersebut tidak disertakan dengan upacara-upacara yang bertentangan dengan akidah Islam.

Maksud “bertentangan dengan akidah Islam” ialah sesuatu perkara, perbuatan, perkataan atau keadaan yang jika dilakukan menyebabkan tercemarnya akidah umat Islam.

Contohnya;

i. menyertakan simbol-simbol agama seperti salib, memasang lampu, lilin, pokok krismas dan sebagainya.

ii. menyanyikan lagu-lagu bercirikan agama.

iii. meletakkan apa-apa tanda bercirikan agama pada dahi, atau tanda-tanda lain pada anggota tubuh.

iv. memberikan ucapan atau isyarat yang berbentuk pujian kepada agama orang bukan Islam.

v. tunduk atau melakukan perbuatan seolah-olah menghormati upacara agama orang bukan Islam.

2. Majlis tersebut tidak disertakan dengan perbuatan yang bertentangan dengan syarak.

Maksud “bertentangan dengan syarak” ialah sesuatu perkara, perbuatan, perkataan atau keadaan yang jika dilakukan akan bertentangan dengan ajaran Islam yang diamalkan oleh masyarakat Islam.

Contohnya:

i. Memakai pakaian berwarna merah seperti santa claus atau pakaian lain yang melambangkan agama;

ii. Menghidangkan minuman atau makanan yang memabukkan dan seumpamanya;

iii. Mengadakan bunyi-bunyian atau hiasan seperti loceng gereja, pokok krismas, kuil atau memecah kelapa;

iv. Mengadakan acara yang berunsur perjudian, penyembahan, pemujaan, khurafat dan sebagainya.

3. Majlis tersebut tidak disertakan dengan “perbuatan yang bercanggah dengan pembinaan akhlak dan budaya masyarakat Islam” di negara ini.

Maksud “bercanggah dengan pembinaan akhlak dan budaya masyarakat Islam” ialah sesuatu perkara, perbuatan, perkataan atau keadaan yang jika dilakukan akan bertentangan dengan nilai dan norma kehidupan masyarakat Islam Negara ini yang berpegang kepada ajaran Islam berdasarkan Ahli Sunnah Wal Jamaah.

Contohnya:

i. Percampuran bebas tanpa batas dan adab sopan;

ii. Berpakaian yang menjolok mata;

iii. Mendendangkan lagu-lagu yang mempunyai senikata berunsur lucah serta pemujaan;

iv. Mengadakan program seperti pertandingan ratu cantik, laga ayam dan sebagainya.

4. Majlis tersebut tidak disertakan dengan perbuatan yang boleh “menyentuh sensitiviti masyarakat Islam”.

Maksud “menyentuh sensitiviti masyarakat Islam” ialah sesuatu perkara, perbuatan, perkataan atau keadaan yang jika dilakukan akan menyinggung perasaan umat Islam tentang kepercayaan dan amalan mereka.

Contohnya:

i. Ucapan-ucapan atau nyanyian berbentuk dakyah keagamaan bukan Islam;

ii. Ucapan-ucapan yang menghina umat Islam;

iii. Ucapan-ucapan yang menghina agama Islam;

iv. Persembahan yang bertujuan mempersendakan pegangan agama masyarakat Islam.

5. Pihak penganjur dan orang ramai diminta mendapatkan pandangan pihak berkuasa agama sebelum menganjur atau menghadiri majlis perayaan orang yang bukan beragama Islam.

petikan dari - e-fatwa

Tuesday 20 December 2011

why reading Al-Quran???

An old American Muslim lived on a farm in the mountains of eastern Kentucky with his young grandson. Each morning Grandpa was up early sitting at the kitchen table reading his Quran. His grandson wanted to be just like him and tried to imitate him in every way he could.

One day the grandson asked, “Grandpa! I try to read the Quran just like you but I don’t understand it, and what I do understand I forget as soon as I close the book. What good does reading the Qur’an do?”

The Grandfather quietly turned from putting coal in the stove and replied, “Take this coal basket down to the river and bring me back a basket of water. The boy did as he was told, but all the water leaked out before he got back to the house. The grandfather laughed and said, “You’ll have to move a little faster next time,” and sent him back to the river with the basket to try again.

This time the boy ran faster, but again the basket was empty before he returned home. Out of breath, he told his grandfather that it was impossible to carry water in a basket, and he went to get a bucket instead.
The old man said, “I don’t want a bucket of water; I want a basket of water. You’re just aganot trying hard enough,” and he went out the door to watch the boy try in.

At this point, the boy knew it was impossible, but he wanted to show his grandfather that even if he ran as fast as he could, the water would leak out before he got back to the house. The boy again dipped the basket into river and ran hard, but when he reached his grandfather the basket was again empty. Out of breath, he said, “See Grandpa, it’s useless!”
“So you think it is useless?” The old man said, “Look at the basket.”

The boy looked at the basket and for the first time realized that the basket was different. It had been transformed from a dirty old coal basket and was now clean, inside and out. Son, that’s what happens when you read the Qur’an. You might not understand or remember everything, but when you read it, you will be changed, inside and out. That is the work of Allah in our lives.”

little coal basket

Monday 19 December 2011

AL-kisah imaginasiku...

ketika dua insan itu bertentangan matanya,
lalu sang lelaki tersenyum suka, sang gadis tersipu membalas,
aduhai alam kelam tiada berpenghuni, yang ada dimata mereka hanyalah mereka...
aduihai insan ini terleka...suami isteri kah mereka??
sedang cinta itu tidak menghalalkan cara selagi belum mereka mendapat restu..
dari keluarga dan dari Rabbi...melalui ikatan perkahwinan yang sah...
aduhai insan yang bergelumang,
nista dan dosa-dosa pasti terpalit sudah...

tatkala itu...bersedihlah dukalah malaikat pencatat amal...
sudah terpahat utuh didalam kitab suratan amal kirinya.
akan dosa yang amat berat...jika di neraca mizan itu, sudah pasti ke golongan kiri...
raqib dan atid memandang hiba,
tentang manusia lupa ini...

tatkala itu jua, berhiruk pikuk gembiralah iblis laknat sekalian alam,
didalam hatinya dengan sombong dan puas, anak adam ini telah aku terjah!
telah aku ratah-ratah..telah aku suntik kan mereka dengan ubat khayalan dunia..
iya, ayuh, lakukan lagi penzinaan ini, teruskanlah sehingga kalian ke liang lahad,
ayuh, ikuti lah aku!!!ikutilah aku ke neraka jahannam!!!tempat untuk kalian dan aku..
ah, iblis itu sememangnya gembira, puas hatinya, namun dendam kesumatnya tiada terpadam,
akan dia pastikan insan ini benar-benar mengikuti jejaknya!!!

kedua insan terus bermadu kasih,
dan malaikat yang mengikutinya terus merintih,
dan alam sekeliling melaknati insan pendosa itu,
sang lalang...laknat ke atas mu hai pendosa!!!
sang burung...laknat ke atas mu hai penzina!!!
pokok berdesir...laknat ke atas mu ha penderhaka!!
dan bumi turut melaknat...
dan syaitan terus menggalak...ayuh!!hamilkan ia!!!gugurkan kandungannya!!bunuh anak mu itu,
ia tidak berdosa, tetapi menyusahkan kalian...pasti pecah tembelang, pasti menjadi cemuhan..
insan itu terus mengikuti telunjuk iblis,
menangis hiba hati nurani, apabila hati binatang mendatang,
terus menerus dalam kesesatan yang nyata...
terus menerus mencari dunia....
duhai insan...Allah sentiasa memandang..
jika kau mengatakan tiada jalan kembali kepada jalan taubat...

tanyalah diri mu..
kenapa kalian masih disini?
masih menatap nukilan ini?
duhai insan, selagi nyawa masih dikandung badan,
selagi itu Allah membuka jalan,
kepada sesiapa yang mahukan jalan,
kembali kepada tuhan..
tinggallah nafsu, jauhilah dunia ini..
bertaubatlah sebelum Dia menutup jalan..
sedang kematian bukan didalam pengetahuan...
sedarlah duhai insan...

saudagar miskin 20/03/2011

Sunday 18 December 2011

ufuk senja itu...

menguntum senyuman tatkala ku bersendiri,
terdampar dipantai meluas pandangan,
alam ciptaan ini tiada abadi,
pasti bintang dilangit kan berguguran...

lambaian pantai semakin mengasyikkan,
terasa kerdil melihat alam ciptaan,
terbentang dilangit bintang - bintang gemerlapan,
pasti datang kegelapan menyelubungi insan..

sujud merebah bersama bayu,
desiran pasir  - pasir berterbangan,
hati ini terasa semakin sayu,
pabila tunduk mengingati tuhan...

unggun api menyala lagi,
tatkala angin membelai - belai manja,
sunyi disambut hempasan ombak,
bersama desiran angin bayu senja..

mendongak ke langit kembali,
melihat kebesaran ciptaan tuhan,
melihat akan keindahan yang menakjubkan,
itu lah kekuasaan rabbul alam..

saudagar miskin.. 24 April 2011

Saturday 17 December 2011

Imam Syadzili dan Tariqah

Hijrah atau berkelana bisa jadi merupakan sarana paling efektif untuk menemukan jati diri. Tak terkecuali Imam Syadzili. Orang yang lebih dikenal sebagai sufi agung pendiri thariqah Syadziliyah ini juga menapaki masa hijrah dan berkelana.

Asal muasal beliau ingin mencari jalan thariqah adalah ketika masuk negara Tunis sufi besar ini ingin bertemu dengan para syekh yang ada di negeri itu. Di antara Syekh-syekh yang bisa membuat hatinya mantap dan berkenan adalah Syekh Abi Said al-Baji. Keistimewaan syekh ini adalah sebelum Abu al-Hasan berbicara mengutarakannya, dia telah mengetahui isi hatinya. Akhirnya Abu al-Hasan mantap bahwa dia adalah seorang wali. Selanjutnya dia berguru dan menimba ilmu darinya. Dari situ, mulailah Syekh Abu al-Hasan menekuni ilmu thariqah.



Beliau pernah berguru pada Syeikh Ibnu Basyisy dan kemudian mendirikan tarekat yang dikenal dengan Tariqat Syaziliyyah di Mesir.

Untuk menekuni tekad ini, beliau bertandang ke berbagai negara, baik negara kawasan timur maupun negara kawasan barat. Setiap derap langkahnya, hatinya selalu bertanya, "Di tempat mana aku bisa menjumpai seorang syekh (mursyid)?". Memang benar, seorang murid dalam langkahnya untuk sampai dekat kepada Allah itu bagaikan kapal yang mengarungi lautan luas. Apakah kapal tersebut bisa berjalan dengan baik tanpa seorang nahkoda (mursyid). Dan inilah yang dialami oleh syekh Abu al-Hasan. Dalam pengembaraannya Imam Syadzili akhirnya sampai di Iraq, yaitu kawasan orang-orang sufi dan orang-orang shalih. Di Iraq beliau bertemu dengan Syekh Shalih Abi al-Fath al-Wasithi, yaitu syekh yang paling berkesan dalam hatinya dibandingkan dengan syekh di Iraq lainnya. Syekh Abu al-Fath berkata kepada Syekh Abu al-Hasan, "Hai Abu al-Hasan engkau ini mencari Wali Qutb di sini, padahal dia berada di negaramu? kembalilah, maka kamu akan menemukannya".

Akhirnya, beliau kembali lagi ke Maroko, dan bertemu dengan Syekh al-Shiddiq al-Qutb al-Ghauts Abi Muhammad Abdussalam bin Masyisy al-Syarif al-Hasani. Syekh tersebut tinggal di puncak gunung.


Sebelum menemuinya, beliau membersihkan badan (mandi) di bawah gunung dan beliau datang laksana orang hina dina dan penuh dosa. Sebelum beliau naik gunung ternyata Syekh Abdussalam telah turun menemuinya dan berkata, "Selamat datang wahai Ali bin Abdullah bin Abdul Jabbar……". Begitu sambutan syekh tersebut sembari menuturkan nasabnya sampai Rasulullah SAW. Kemudia dia berkata, "Kamu datang kepadaku laksana orang yang hina dina dan merasa tidak mempunyai amal baik, maka bersamaku kamu akan memperoleh kekayaan dunia dan akhirat”.


Akhirnya beliau tinggal bersamanya untuk beberapa hari, sampai hatinya mendapatkan pancaran ilahi. Selama bersama Syekh Abdussalam, beliau melihat beberapa keramat yang dimilikinya. Pertemuan antara Syekh Abdussalam dan Syekh Abu al-Hasan benar-benar merupakan pertemuan antara mursyid dan murid, atau antara muwarrits dan waarits. Banyak sekali futuhat ilahiyyah yang diperoleh Syekh Abu al-Hasan dari guru agung ini.


Di antara wasiat Syekh Abdussalam kepada Syadzili adalah, "Pertajam penglihatan keimanan, maka kamu akan menemukan Allah pada setiap sesuatu".

petikan dari - http://www.rawatanislam2u.com

Kenali al-Imam Abu Hassan asy-Syazili


Nama sebenar :

Abu Hassan Ali b. Abdullah b. Abdul Jabbar b. Tamim b. Hurmuz b. Hatim b. Qushoy b. Yusuf b. Yusya' b. Ward b. Abu Batthal Ali b. Ahmad b. Muhammad b. Isa b. Idris b. Abdullah b. al-Hasan al-Mutsanna b. al-Hasan b. Ali b. Abu Thalib Karamallahu wajhah suami Fatimah bt. Muhammad S.A.W.


Syeikh Abu Hasan dilahirkan di Maroko tahun 593 H di desa yang bernama Ghimaroh di dekat kota Sabtah (dekat kota Thonjah sekarang). Imam Syadzili dan kelimuan

Di kota kelahirannya itu Syadzili pertama kali menghafal Alquran dan menerima pelajaran ilmi-ilmu agama, termasuk mempelajari fikih madzhab Imam Malik. Beliau berhasil memperoleh ilmu yang bersumber pada Alquran dan Sunnah demikian juga ilmu yang bersumber dari akal yang jernih. Berkat ilmu yang dimilikinya, banyak para ulama yang berguru kepadanya. Sebagian mereka ada yang ingin menguji kepandaian Syekh Abu al-Hasan. Setelah diadakan dialog ilmiah akhirnya mereka mengakui bahwa beliau mempunyai ilmu yang luas, sehingga untuk menguras ilmunya seakan-akan merupakan hal yang cukup susah. Memang sebelum beliau menjalani ilmu thariqah, ia telah membekali dirinya dengan ilmu syariat yang memadahi.

Sejarah Hizb al-Bahr


Hizb ini diajarkan oleh Rasulallah S.A.W melalui mimpi Imam Abu Hasan asy-Syazili sewaktu beliau berdukacita di tengah-tengah Laut Merah.

Diceritakan, suatu hari Al-Imam ingin pergi ke Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan fardu haji melalui jalan laut. Kapten kapalnya itu seorang nasrani (kristian). Di tengah-tengah perjalanan tiba-tiba angin tidak lagi bertiup, ini membuatkan kapal yang al-Imam naiki tidak boleh berlayar. Bukan setakat sehari, malah berhari-hari. Semua awak-awak kapal menjadi gelisah dan berdukacita. Dalam kegelisahan inilah, Imam Abu Hasan asy-Syazili bermimpi bertemu Rasulullah S.A.W. Baginda S.A.W mengajarkan al-Imam akan hizib ini.

Apabila tiba waktu siang, al-Imam menyuruh kapten kapal itu bersiap-siap untuk berlayar. Dan ini menyebabkan kapten kapal itu kehairanan, lalu bertanya.

Kapten kapal : "Mana Anginnya, tuan?".
Jawab al-Imam : " Sudah! siap-siap, sekarang angin datang!".

Dengan Izin Allah S.W.T beberapa saat kemudian angin pun datang. Oleh kerana peristiwa yang luar biasa ini, kapten kapal yang seorang nasrani itu pun memeluk Islam. MasyaAllah.



petikan dari - http://www.rawatanislam2u.com